Pelurusan Istilah Kawih, Tembang, dan Cianjuran
Abstract
ABSTRACT
Lately, people are often confused with the definition of kawih, tembang, and cianjuran. Quite often the term kawih is dichotomized by the term tembang, or the term tembang is equated with cianjuran. This mistake even applies to educational institutions, both in high schools and in universities. Likewise with the media. This study aims to describe the meaning of kawih, tembang, and cianjuran. The method used is descriptive qualitative through an epistemological approach, which examines the exposure of the meanings of the three terms from several sources, as well as comparing from other sources who also describe the three terms to obtain meaning that is considered ideal. The results obtained are, kawih is a vocal art owned by the Sundanese people and has been around for a long time, long before the sixteenth century. Kawih is also interpreted as all kinds of songs that exist in Sundanese society. Tembang is a type of kawih or song that uses lyrics from the dangding and only emerged and was known in Sundanese society around the XVIII century as an influence of Mataram; cianjuran is a part of Sundanese kawih originating from Cianjur Regency.
Keywords: Kawih, Tembang, Tembang Sunda, Cianjuran, Tembang Sunda Cianjuran
ABSTRAK
Akhir-akhir ini masyarakat kerap dikelirukan dengan definisi kawih, tembang, dan cianjuran. Tak jarang istilah kawih didikotomikan dengan istilah tembang, atau istilah tembang disamakan artinya dengan cianjuran. Kekeliruan ini bahkan berlaku pada dunia pendidikan, baik di sekolah menengah maupun di perguruan tinggi. Demikian pula pada dunia pers. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan makna dari kawih, tembang, dan cianjuran. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif melalui pendekatan epistimologi, yakni menelaah dari paparan makna ketiga istilah dari beberapa sumber, serta membandingkan dari sumber-sumber lain yang juga memaparkan ketiga istilah tadi untuk memperoleh makna yang dianggap ideal. Hasil yang diperoleh adalah, kedudukan kawih merupakan seni suara atau nyanyian yang dimiliki masyarakat Sunda, serta sudah ada sejak lama, jauh sebelum abad XVI. Kawih dimaknai pula sebagai segala jenis nyanyian yang ada pada masyarakat Sunda. Tembang adalah jenis kawih atau nyanyian yang menggunakan lirik dari dangding dan baru muncul serta dikenal di masyarakat Sunda sekitar abad XVIII sebagai pengaruh dari Mataram; sedangkan cianjuran merupakan bagian dari kawih Sunda yang berasal dari daerah Cianjur.
Kata kunci: Kawih, Tembang, Tembang Sunda, Cianjuran, Tembang Sunda Cianjuran
Full Text:
PDF DOWNLOADReferences
Daftar Pustaka
Danadibrata. (2006). Kamus Basa Sunda.
Bandung: Kiblat Buku Utama.
Hendrayana, Dian, (2012). Mendudukkan
Istilah Kawih dan Tembang. Bandung:
Jurnal Sundalana (hlm. 185-194).
-(2016). Dina Kawih Aya Tembang. Bandung:
CV Geger Sunten.
-(2016). Serat keur Emay. Bandung: Pustaka
Jaya
-(2015). Mengapa Bukan Cianjuran (tulisan
rubrik Opini). Tribun Jabar, edisi 28
September 2015
Herdini, Heri. (2012). Estetika Karawitan
Tradisi Sunda. Jurnal Seni & Budaya
Panggung Vol. 22, No. 3, Juli -
September 2012: 256 - 366
Hermawan, Deni. (2016). Gender dalam
Tembang Sunda. Bandung: Sunan
Ambu Press
Komarudin. (2002). Menelusuri Pengertian
Istilah Kawih dan Tembang dalam
Karawitan Sunda. Jurnal Panggung
Nomor XVIII April 2001 (49-54)
LBSS. (2007). Kamus Umum Basa Sunda (edisi
revisi). Bandung: CV Geger Sunten
Moriyama, Mikihiro. (2005). Semangat Baru:
Kolonialisme, Budaya Cetak, dan
Kesastraan Sunda Abad ke-19. Jakarta:
KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
Nurhamsah, Ilham. (2019). Siksa Kandang
Karesian: Teks dan Terjemahan. Jakarta:
Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia.
Rosidi, Ajip. (2013). Mengenal Kesusastraan
Sunda (Edisi Revisi, cetakan pertama).
Jakarta: Pustaka Jaya
-(2011). Sawer jeung Pupujian. Bandung:
Kiblat Buku Utama
-(2011). Wawacan. Bandung: Kiblat Buku
Utama
-(2013). Tembang jeung Kawih. Bandung:
Kiblat Buku Utama.
Ruhaliah. (2018). Wawacan Sebuah Genre
sastra Sunda. Bandung: Pustaka Jaya
-(2019). Sajarah Sastra Sunda. Bandung: UPI
Press
Ruhimat, Mamat, dkk. (2012) Kawih
pangeuyeukan: Tenun dalam Puisi
Sunda Kuna dan Teks-teks Lainnya.
Jakarta: Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia.
Sacadibrata. (2004). Kamus basa Sunda.
Bandung: Kiblat Buku Utama
Sukanda, Enip. dkk. (2016). Riwayat
Pembentukan dan Perkembangan
Cianjuran. Bandung: Disparbud Jawa
Barat bekerjasama Yayasan Pancaniti
Sumardjo, Jakob. (2002). Filsafat Seni. ITB
Press
-(2011). Sunda: Pola Rasionalitas Budaya.
Bandung: Kelir
SW, Apung. (2006). Nu sarimbag & Unakanik dina Tembang Sunda. Bandung:
Paguyuban Seniman Tembang Sunda
bekerja sama dengan Yayasan Pusat
Kebudayaan
Dian Hendrayana, Reiza Dienaputra, Teddi Muhtadin, Widyo Nugrahanto.
Jurnal Panggung V30/N3/09/2020
Wibisana, Wahyu, dkk. (2000). Lima Abad
Sastra Sunda. Bandung: CV Geger
Sunten
Wiradiredja, Moch. Yusuf. (2014). Tembang
Sunda Cianjuran di Priangan (1834-
. Bandung: Sunan Ambu Press.
Wiratmadja, Apung S. (2009). Salawe
Sesesbitan Hariring. Bandung: PT
Kiblat Buku Utama
DOI: http://dx.doi.org/10.26742/panggung.v30i3.1268
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Statistik Pengunjung Jurnal Panggung
Jurnal ini terlisensi oleh Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Editor Office:
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M)
Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung Gedung Rektorat Lantai 4
Jl. Buah Batu No. 212 Bandung 40116
Email: penerbitan@isbi.ac.id or redaksi.panggung@gmail.com
Phone: 022 7314982 Fax: +022 7303021